Rabu, 26 Juni 2013

Syariat Sebagai Sumber Pokok Bagi Kehidupan


MAKALAH
LIT (LEADERSHIP INTERMEDIATE TRAINING)
Rabu, 27 Juni 2013

Tema: “Pembagian hukum Islam ke dalam Syariat, Fiqih dan Muammalah”

Judul
“Syariat sebagai Sumber Pokok bagi Kehidupan”

LATAR BELAKANG
            Syariat Islam ialah tata cara pangaluran tentang prilaku hidup untuk mencapai keridhaan Allah SWT. Seperti yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Asy-Syara ayat 13 yang artinya “Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah kamu wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim Musa dan Isa”.
Kebutuhan manusia akan syariat melebihi kebutuhan mereka terhadap kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya. Bahkan, kebutuhan akan syariat ini tidak bisa dibandingkan dengan kebutuhan lain, misalnya ilmu kedokteran. Tidakkah kita perhatikan bahwa di banyak belahan dunia, benyak manusia hidup tanpa dokter karena biasanya dokter hanya ada di kota-kota besar. Sementara, penduduk pedesaan atau daerah terpencil dan sebagian mereka tidak memerlukan jasa dokter. Meskipun demikian, fisik mereka lebih sehat dan kuat daripada mereka yang bergantung kepada dokter, bahkan sepertinya umur mereka juga relative sama.
TUJUAN
            Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan kita tentang Hukum Islam, syariat Islam, Fiqh dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya yang mampu menjadi panduan dalam kehidupan kita.

RUMUSAN MASALAH
A.           Menjelaskan pengertian Hukum Islam Syariat dan Fiqh
B.            Mencari keterkaitan atau hubungan antara hukum Islam, Syariah dan Fiqh
C.            Kebutuhan manusia pada Syariat

PEMBAHASAN
A.     Pengertian Hukum Islam, Syariat dan Fiqh\
1.      Pengertian Hukum Islam
Menurut Hasby Ash Shiddieqie menyatakan bahwa hukum Islam yang sebenarnya tidak lain dari pada fiqh Islam atau syariat Islam, yaitu koleksi daya upaya para fuqaha dalam menerapkan syariat sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Hukum Islam menekankan pada final goal, yaitu untuk mewujudkan kemaslahatan manusia. Fungsi ini bisa meliputi beberapa hal yaitu :
a.      Fungsi social engineering. Hukum islam dihasilkan untuk mewujudkan kemaslahatan dan kemajuan umat. Untuk merealisasikan ini dan dalam kapasitasnya yang lebih besar, bisa melalui proses siyasah syariyyah, dengan produk qanun atau perundang-undangan.
b.      Perubahan untuk tujuan lebih baik.

2.      Pengertian Syariat
Secara etimologis (lughawi) kata ‘syariah’ berasal dari kata berbahasa Arab al-syari’ah yang berarti ‘jalan ke sumber air’ atau jalan yang harus diikuti, yakni jalan ke arah sumber pokok bagi kehidupan (alFairuzabadiy, 1995: 659). Orang-orang Arab menerapkan istilah ini khususnya pada jalan setapak menuju palung air yang tetap dan diberi tanda yang jelas terlihat mata (Ahmad Hasan, 1984: 7). Syariah diartikan jalan air karena siapa saja yang mengikuti syariah akan mengalir dan bersih jiwanya. Allah menjadikan air sebagai penyebab kehidupan tumbuh-tumbuhan dan binatang sebagaimana Dia menjadikan syariah sebagai penyebab kehidupan jiwa manusia (Amir Syarifuddin, 1997, I:1). Ada juga yang mengartikan syariah dengan apa yang disyariatkan Allah kepada hamba-Nya (Manna’ alQaththan, 2001: 13).
Al-Quran menggunakan dua istilah: syir’ah (Q.S. al-Maidah [5]: 48) dan syari’ah (Q.S. al-Jatsiyah [45]: 18) untuk menyebut agama (din) dalam arti jalan yang telah ditetapkan Tuhan bagi manusia atau jalan yang jelas yang ditunjukkan Tuhan kepada manusia. Istilah syarai’ (jamak dari syari’ah) digunakan pada masa Nabi Muhammad saw. untuk menyebut masalahmasalah pokok agama Islam seperti shalat, zakat, puasa di bulan Ramadlan, dan haji (Ahmad Hasan, 1984: 7). Syariah disamakan dengan jalan air mengingat bahwa barang siapa yang mengikuti syariah, ia akan mengalir dan bersih jiwanya (Manna’ al-Qaththan, 2001: 13).
Adapun istilah al-syari’ah al-Islamiyyah didefinisikan sebagai apa yang disyariatkan oleh Allah kepada hamba-Nya baik berupa akidah, ibadah, akhlak, muamalah, maupun aturan-aturan hidup manusia dalam berbagai aspek kehidupannya untuk mengatur hubungan umat manusia dengan Tuhan mereka dan mengatur hubungan mereka dengan sesama mereka serta untuk mewujudkan kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa istilah syariah pada mulanya identik dengan istilah din atau agama. Dalam hal ini syariat berarti perintah agama yang disyariaatkan oleh Allah kepada segenap hamba-Nya. Namun selanjutnya para ulama lebih menspesifikannya kepada hukum dan aturan yang bersifat amal perbuatan dan praktik, yaitu segala sesuatu yang diluar hukum dan aturan akidah. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa Syariat adalah hukum agama yg menetapkan peraturan hidup manusia, hubungan manusia dng Allah Swt., hubungan manusia dng manusia dan alam sekitar berdasarkan Alquran dan hadis.
Objek kajian syariah kemudian dikhususkan pada masalah-masalah hukum yang bersifat amaliyah, sedangkan masalah-masalah yang terkait dengan pokok-pokok agama menjadi objek kajian khusus bagi aqidah (ilmu ushuluddin). Pengkhususan ini dimaksudkan karena agama pada dasarnya adalah satu dan berlaku secara universal, sedangkan syariah berlaku untuk masing-masing umat dan berbeda dengan umat-umat sebelumnya.
Syariah bermakna umum (identik dengan agama) yang mencakup hukum-hukum aqidah dan amaliyah, tetapi kemudian syariah hanya dikhususkan dalam bidang hukum-hukum amaliyah. Bidang kajian syariah hanya terfokus pada hukum-hukum amaliyah manusia dalam rangka berhubungan dengan Tuhannya, sesama manusia, dan alam semesta. Adapun sumber syariah adalah al-Quran yang merupakan wahyu Allah dan dilengkapi dengan Sunnah Nabi Muhammad saw.
3.      Pengertian Fiqh
Secara etimologis kata ‘fikih’ berasal dari kata berbahasa Arab: alfiqh yang berarti pemahaman atau pengetahuan tentang sesuatu (al- Fairuzabadiy, 1995: 1126). Dalam hal ini kata ‘fiqh’ identik dengan kata fahmatau ‘ilm yang mempunyai makna sama (al-Zuhaili, 1985, I: 15). Kata fikih pada mulanya digunakan orang-orang Arab untuk seseorang yang ahli dalam mengawinkan onta, yang mampu membedakan onta betina yang sedang birahi dan onta betina yang sedang bunting. Dari ungkapan ini fikih kemudian diartikan ‘pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu hal’.
Dalam buku al-Ta’rifat, sebuah buku semisal kamus karya al-Jarjani, dijelaskan, kata ‘fiqh’ menurut bahasa adalah ungkapan dari pemahaman maksud pembicara dari perkataannya (al-Jarjani, 1988: 168). Kata fiqh semula digunakan untuk menyebut setiap ilmu tentang sesuatu, namun kemudian dikhususkan untuk ilmu tentang syariah.
Al-Quran menggunakan kata ‘fiqh’ atau yang berakar kepada kata ‘faqiha’ dalam 20 ayat. Kata ‘fiqh’ dalam pengertian ‘memahami secara umum’ lebih dari satu tempat dalam al-Quran. Ungkapan ‘liyatafaqqahu fiddin’ (Q.S. al-Taubah [9]: 122) yang artinya ‘agar mereka melakukan pemahaman dalam agama’ menunjukkan bahwa di masa Rasulullah istilah fikih tidak hanya digunakan dalam pengertian hukum saja, tetapi juga memiliki arti yang lebih luas mencakup semua aspek dalam Islam, yaitu
teologis, politis, ekonomis, dan hukum (Ahmad Hasan, 1984: 1). Perlu dicatat bahwa di masa-masa awal Islam, istilah ‘ilm’ dan ‘fiqh’ seringkali digunakan bagi pemahaman secara umum. Diceritakan bahwa Rasulullah telah mendoakan Ibnu ‘Abbas dengan mengatakan ‘Allahumma faqqihhu fiddin’ yang artinya ya Allah berikan dia pemahaman dalam agama. Dalam doa tersebut Rasulullah tidak memaksudkan pemahaman dalam hukum semata, tetapi pemahaman tentang Islam secara umum (Ahmad Hasan, 1984: 2).
Pada dasarnya, fiqh mencakup semua hukum dan aturan Islam, baik yang berupa amal praktek maupun akidah dan kepercayaan. Imam Abu Hanifah bahkan sampai menuliskan sebuah buku yang mengupas tentang akidah dengan judul “Al-Fiqh Al-Akbar.” Akan tetapi, para ulama lebih menspesifikannya pada hukum dan aturan Islam yang bersifat amal praktik, atau selain hukum dan aturan yang bersinggungan dengan akidah dan kepercayaan.

B.      Hubungan antara Hukum Islam, Syariah dan Fikih
Istilah hukum Islam tidak ditemukan dalam al-Quran, Sunnah, maupun literatur Islam. Untuk itu perlu dicari padanan istilah hukum Islam ini dalam literatur Islam. Jika hukum Islam itu dipahami sebagai hukum yang bersumber dari ajaran Islam, maka sulit dicari padanan yang dalam literatur Islam persis sama dengan istilah tersebut. Ada dua istilah yang dapat dipadankan dengan istilah hukum Islam, yaitu syariah dan fikih. Dua istilah ini, sebagaimana sudah diuraikan di atas, merupakan dua istilah yang berbeda tetapi tidak bisa dipisahkan, karena keduanya sangat terkait erat. Dengan memahami kedua istilah ini dengan berbagai karakteristiknya masing-masing, dapatlah disimpulkan bahwa hukum Islam itu tidak sama persis dengan syariah dan sekaligus tidak sama persis dengan fikih. Tetapi juga tidak berarti bahwa hukum Islam itu berbeda sama sekali dengan syariah dan fikih. Yang dapat dikatakan adalah pengertian hukum Islam itu mencakup pengertian syariah dan fikih, karena hukum Islam yang dipahami di Indonesia ini terkadang dalam bentuk syariah dan terkadang dalam bentuk fikih, sehingga kalau seseorang mengatakan hukum Islam, harus dicari dulu kepastian maksudnya, apakah yang berbentuk syariah ataukah yang berbentuk fikih. Hal inilah yang tidak dipahami oleh sebagian besar bangsa Indonesia, termasuk sebagian besar kaum Muslim, sehingga mengakibatkan hukum Islam dipahami dengan kurang tepat bahkan salah.
Hubungan antara syariah dan fikih sangat erat dan tidak dapat dipisahkan. Syariah merupakan sumber atau landasan fikih, sedangkan fikih merupakan pemahaman terhadap syariah. Pemakaian kedua istilah ini sering rancu, artinya ketika seseorang menggunakan istilah syariah terkadang maksudnya adalah fikih, dan sebaliknya ketika seseorang menggunakan istilah fikih terkadang maksudnya adalah syariah. Hanya saja kemungkinan yang kedua ini sangat jarang.
Meskipun syariah dan fikih tidak dapat dipisahkan, tetapi keduanya berbeda. Syariah diartikan dengan ketentuan atau aturan yang ditetapkan oleh Allah tentang tingkah laku manusia di dunia dalam mencapai kehidupan yang baik di dunia dan akhirat. Ketentuan syariah terbatas dalam firman Allah dan penjelasannya melalui sabda Rasulullah. Semua tindakan manusia di dunia dalam tujuannya mencapai kehidupan yang baik harus tunduk kepada kehendak Allah dan Rasulullah. Kehendak Allah dan Rasulullah itu sebagian telah terdapat secara tertulis dalam al-Quran dan Sunnah yang disebut syariah, sedang sebagian besar lainnya tersimpan di balik apa yang tertulis itu, atau yang tersirat.
Untuk mengetahui keseluruhan apa yang dikehendaki Allah tentang tingkah laku manusia itu harus ada pemahaman yang mendalam tentang syariah hingga secara amaliyah syariah itu dapat diterapkan dalam kondisi dan situasi bagaimana pun. Hasil pemahaman itu dituangkan dalam bentuk ketentuan yang terperinci. Ketentuan terperinci tentang tingkah laku orang mukallaf yang diramu dan diformulasikan sebagai hasil pemahaman terhadap syariah itu disebut fikih.
Pemahaman terhadap hukum syara’ atau formulasi fikih itu mengalami perubahan sesuai dengan perubahan situasi dan kondisi manusia dan dinamika serta perkembangan zaman. Fikih biasanya dinisbatkan kepada para mujtahid yang memformulasikannya, seperti Fikih Hanafi, Fikih Maliki, Fikih Syafi’i, Fikih Hanbali, Fikih Ja’fari (Fikih Syi’ah), dan lain sebagainya, sedangkan syariah selalu dinisbatkan kepada Allah dan Rasul-Nya. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa hukum-hukum fikih merupakan refleksi dari perkembangan dan dinamika kehidupan masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi zamannya. Mazhab fikih tidak lain dari refleksi perkembangan kehidupan masyarakat dalam dunia Islam, karenanya mengalami perubahan sesuai dengan zaman dan situasi serta kondisi masyarakat yang ada. Jadi, secara umum syariah adalah hukum Islam yang bersumber dari al-Quran dan Sunnah yang belum dicampuri daya nalar (ijtihad), sedangkan fikih adalah hukum Islam yang bersumber dari pemahaman terhadap syariah atau pemahaman terhadap nash, baik al-Quran maupun Sunnah. Asaf A.A. Fyzee membedakan kedua istilah tersebut dengan mengatakan bahwa syariah adalah sebuah lingkaran yang besar yang wilayahnya meliputi semua perilaku dan perbuatan manusia; sedang fikih adalah lingkaran kecil yang mengurusi apa yang umumnya dipahami sebagai tindakan umum. Syariah selalu mengingatkan kita akan wahyu, ‘ilmu (pengetahuan) yang tidak akan pernah diperoleh seandainya tidak ada al-Quran dan Sunnah; dalam fikih ditekankan penalaran dan deduksi yang dilandaskan pada ilmu terus-menerus dikutip dengan persetujuan. Jalan syariah digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya; bangunan fikih ditegakkan oleh usaha manusia. Dalam fikih satu tindakan dapat digolongkan pada sah atau tidak sah, yajuzu wa ma la yajuzu, boleh atau tidak boleh. Dalam syariah terdapat berbagai tingkat pembolehan atau pelarangan. Fikih adalah istilah yang digunakan bagi hukum sebagai suatu ilmu; sedang syariah bagi hukum sebagai jalan kesalehan yang dikaruniakan dari langit (Fyzee, 1974: 21).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan mengenai perbedaan antara syariah dan fikih sebagai berikut:
1. Syariah berasal dari Allah dan Rasul-Nya, sedang fikih berasal dari pemikiran manusia.
2. Syariah terdapat dalam al-Quran dan kitab-kitab hadis, sedang fikih terdapat dalam kitab-kitab fikih.
3.Syariah bersifat fundamental dan mempunyai cakupan yang lebih luas, karena oleh sebagian ahli dimasukkan juga aqidah dan akhlak, sedang fikih bersifat instrumental dan cakupannya terbatas pada hukum yang mengatur perbuatan manusia.
4.Syariah mempunyai kebenaran yang mutlak (absolut) dan berlaku abadi, sedang fikih mempunyai kebenaran yang relatif dan bersifat dinamis.
5. Syariah hanya satu, sedang fikih lebih dari satu, seperti terlihat dalam mazhab-mazhab fikih.
6. Syariah menunjukkan kesatuan dalam Islam, sedang fikih menunjukkan keragaman dalam Islam.
C. Kebutuhan Manusia pada Syariat
Beberapa kebutuhan manusia akan syariat adalah sebagai berikut:
1.      Syariat Shalat
2.      Syariat Puasa
3.      Syariat Zakat
4.      Syariat Haji
5.      Syariat Jihad
6.      Syariat Kurban dan Diyat
7.      Syariat Makanan, minuman, pakaian, dan perkawinan
PENUTUP
1.      Kesimpulan
2.      Saran

DAFTAR PUSTAKA
Muhasim, Ahmad. 2010. Pendidikan Agama Islam. Yogyakarta: Genta Press
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Naik, Zakir dkk. Mereka Bertanya Islam Menjawab. Aqwam
Marzuki. Tinjauan Umum Hukum Islam
Ibnu Qayyim. 2009. Kunci Syurga (Membongkar Kebohongan Ramalan). Solo: Tiga Serangkai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar