Alhamdulillah, persembahan pujian
hanyalah milik Allah SWT, Rabb semesta alam. Dia-lah yang membuat tiada menjadi
ada, membuat yang ada menjadi tiada. Dia-lah yang menancapkan keimanan dalam
setiap hati hamba-Nya yang teramat lelah, hingga mereka dapat tetap kuat menata
kehidupannya, membimbing hamba-Nya untuk terus berkarya, agar dapat
dipersembahkan kepada yang lainnya. Tak lupa, mengirimkan salam dan sholawat
kepada junjungan seluruh umat, Muhammad SAW, sebaik-baik teladan sepanjang
masa, pemimpin terbaik sepanjang jaman. Semoga kita mendapat syafa’atnya kelak dan senantiasa istiqomah
untuk menjadikannya teladan.
Akhirnya, Makalah yang bertemakan “PII
sebagai pemersatu umat” ini telah mencapai titik akhir juga. Penulis bersyukur
atas nikmat yang Allah berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini. Selain itu dalam penyusunan makalah ini juga dapat terselesaikan berkat
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak
terimakasih.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah
ini masih banyak terdapat kekurangan, sehingga dengan segala kerendahan hati
penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi lebih
baiknya kinerja penulis yang akan mendatang.
Semoga makalah ini dapat memberikan
tambahan ilmu pengetahuan dan informasi dalam hal ke-PII-an lebih
khusus pada “PII Sebagai Pemersatu Umat”.
Mataram
, 22 juni 2013
MOEHAMMAD WARDIMAN
DAFTAR
ISI
Kata pengantar
Daftar isi
BAB I
1.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
1.2.
Rumusan masalah
1.3.
Maksud dan tujuan
BAB II
2.
PEMBAHASAN
2.1. Arti “PII
sebagai pemersatu umat”
2.1.1.
Mengulas sedikit sejarah kebangkitan PII
2.1.2.
PII sebagai pemersatu umat
2.2. Apakah konsep tersebut
sudah tercapai sekarang?
2.3. Apa yang harus dilakukan oleh PII agar
konsep itu bisa tercapai?
BAB III
3.
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
3.2.
Saran
Daftar Pustaka
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
Selama puncak
kejayaan rezim Orde Baru, terlebih setelah asas tunggal diterapkan, enggan
dalam menampilkan identitas Pelajar Islam Indonesia (PII) barangkali bisa
dimaklumi. Karena lekatnya identitas tersebut bisa jadi membatasi ruang gerak
PII dalam masyarakat. Namun jika dalam kondisi reformasi, masih juga ada
keengganan tersebut tentu perlu dikaji lebih lanjut apa yang mungkin jadi
penyebabnya.
Tak bisa dipungkiri bahwa perjalanan PII
sejak bangkit 4 Mei 1947 sampai sekarang, tidak lepas dari berbagai konflik
internal maupun eksternal. Intensitas hubungan antar anggota berpengaruh pada
dampak dari konflik yang terjadi. Yang paling sederhana konflik internal bisa
berujung tidak aktifnya seseorang dalam aktifitas PII. Yang paling serius kalau
kemudian mengganggu hubungan silarurohiim para aktifisnya, yang kemudian bisa
melahirkan semacam trauma kepada PII, organisasi, Islam dan hal-hal yang
terkait dengan PII, baik langsung maupun tidak langsung. Kalau ini yang
terjadi, tentu sangat disayangkan. Slogan PII sebagai “pemersatu umat” akan
menjadi omong kosong belaka, karena merekatkan hati aktifisnya saja tidak
mampu.1
PII adalah bagian perjuangan ummat Islam dan telah
ikut serta memperjuangan umat Islam dan bangsa Indonesia dengan terjun langsung
sebagai pejuang untuk mengusir penjajah belanda pada agresi militer ke-2. PII
juga turut serta memberantas PKI dengan terbentuknya Brigade, pada waktu itu
PII sebagai barisan terdepan untuk membantu militer untuk memberantas PKI yang
menjadi musuh dalam selimut Negara.
Beberapa Program pemersatu Ummat PII dulu,
Pertukaran pelajar Amerika-Indonesia, pendirian yayasan bintang pelajar, PKP
(perkampungan kerja pelajar) yang kini diadopsi oleh perguruan tinggi di
Indonesia yang kita kenal dengan KKN (kuliah kerja nyata), program majelis
dakwah (majna) dan masih banyak lagi.
1Copas dari buku “Warna Warni PII”.
Bagian menanamkan “virus” ber-PII. hal. xi-xii
Dengan banyaknya terobosan dan sumbangsih pemikiran
kader-kader PII, akhirnya PII diakui oleh Dunia Internasional. Maka PII menjadi
satu-satunya organisasi pelajar di Indonesia yang terlibat dalam pendirian
organisasi Persatuan Pelajar Islam Asia Tenggara, International Islamic
Federation of Student Organization (IIFSO) dll.
Sampai-sampai PII telah mengepakkan sayapnya hingga ke luar Negeri.
Buktinya, terbentuknya perwakilan PII mesir, malaysia, Pakistan dan berbagai
Negara Islam di Dunia.
Telah
dijelaskan diatas bahwa PII adalah bagian perjuangan Islam, secara tidak
langsung PII menegaskan bahwa PII adalah bagian dari umat, yang suatu ketika
bisa menjadi pemecah umat. Lalu, apa arti dari “PII sebagai pemersatu Ummat?”
2.
RUMUSAN MASALAH
Adapun
rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
a.
Apa arti dari “PII sebagai pemersatu
Umat?”
b.
Apakah konsep tersebut sudah tercapai
sekarang?
c.
Apa yang harus dilakukan oleh kader PII
agar konsep itu bisa tercapai?.
3.
MAKSUD DAN TUJUAN
Sebagai
kader PII haruslah tahu seluk beluk organisasinya, baik itu sejarahnya,
konsepnya, tujuannya dan lain lain. Oleh karena itu, makalah ini bermaksud
ingin sedikit memberikan pemahaman apa sih konsep yang sesungguhnya dari “PII sebagai Pemersatu Umat”, sehingga
kita dapat mengaktualisasikannya dalam berorganisasi di PII.
Tujuan
dari makalah ini juga sebagai salah satu persyaratan yang harus dipenuhi
dalam LIT (Ledearship
Intermediate Training) yang diselenggarakan oleh Prngurus Daerah Pelajar
Islam Indonesia ( PD PII) Mataram Nusa Tenggara Barat.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
ARTI
“PII SEBAGAI PEMERSATU UMMAT”
a.
Mengulas sedikit sejarah kebangkitan PII
PII
PELAJAR ISLAM INDONESIA (PII)
didirikan di kota perjuangan Yogyakarta pada tanggal 4 Mei 1947. Para
pendirinya adalah Yoesdi Ghozali, Anton Timur Djaelani, Amien Syahri dan
Ibrahim Zarkasji.
Salah satu faktor pendorong terbentuknya PII adalah
dualisme sistem pendi-dikan di kalangan umat Islam Indonesia yang merupakan
warisan kolonialisme Belanda, yakni pondok pesantren dan sekolah umum. Masing-masing dinilai memiliki
orientasi yang berbeda. Pondok pesantren berorientasi ke akhirat sementara
sekolah umum berorientasi ke dunia. Akibatnya pelajar Islam juga terbelah
menjadi dua kekuatan yang satu sama lain saling menjatuhkan. Santri pondok
pesantren menganggap sekolah umum merupakan sistem pendidikan orang kafir karena
produk kolonial Belanda. Hal ini membuat para santri menjuluki pelajar sekolah
umum de-ngan "pelajar kafir". Sementara pelajar sekolah umum menilai
santri pondok pesantren kolot dan tradisional; mereka menjulukinya dengan
sebutan "santri kolot" atau santri “teklekan".
Pada masa itu sebenarnya sudah ada organisasi pelajar,
yakni Ikatan Pelajar Indonesia (IPI). Namun organisasi tersebut dinilai belum
bisa menampung aspirasi santri pondok pesantren. Merenungi kondisi tersebut,
pada tanggal 25 Februari 1947 ketika Yoesdi Ghozali sedang beri'tikaf di Masjid
Besar Kauman Yogyakarta, terlintas dalam pikirannya, gagasan untuk membentuk
suatu organisasi bagi para pelajar Islam yang dapat mewadahi segenap lapisan
pelajar Islam. Gagasan terse-but kemudian disampaikan dalam pertemuan di gedung
SMP Negeri 2 Secodining-ratan, Yogyakarta. Kawan-kawannya yang hadir dalam
pertemuan tersebut, antara lain: Anton Timur Djaelani, Amien Syahri dan Ibrahim
Zarkasji, dan semua yang hadir kemudian sepakat untuk mendirikan organisasi
pelajar Islam.
Hasil kesepakatan tersebut kemudian disampaikan Yoesdi
Ghozali dalam Kongres Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), 30 Maret-1April
1947. Karena banyak peserta kongres yang menyetujui gagasan tersebut, maka
kongres kemudi-an memutuskan melepas GPII Bagian Pelajar untuk bergabung dengan
organisasi pelajar Islam yang akan dibentuk. Utusan kongres GPII yang kembali
ke daerah-daerah juga diminta untuk memudahkan berdirinya organisasi khusus
pelajar Islam di daerah masing-masing.
Menindaklanjuti keputusan kongres, pada Ahad, 4 Mei 1947,
diadakanlah per-temuan di kantor GPII, Jalan Margomulyo 8 Yogyakarta. Pertemuan
itu dihadiri Yoesdi Ghozali, Anton Timur Djaelani dan Amien Syahri mewakili
Bagian Pelajar GPII yang siap dilebur di organisasi pelajar Islam yang akan
dibentuk, Ibrahim Zarkasji, Yahya Ubeid dari Persatuan Pelajar Islam Surakarta
(PPIS), Multazam dan Shawabi dari Pergabungan Kursus Islam Sekolah Menengah
(PERKISEM) Surakarta serta Dida Gursida dan Supomo NA dari Perhimpunan Pelajar
Islam Indonesia (PPII) Yogyakarta. Rapat yang dipimpin oleh Yoesdi Ghozali itu
kemudian memutuskan berdirinya organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) tepat
pada pukul 10.00, 4 Mei 1947.
Untuk memperingati momen pembentukan PII, maka setiap
tanggal 4 Mei di-peringati sebagai Hari Bangkit PII (HARBA PII). Hal ini karena
hari itu dianggap sebagai momen kebangkitan dari gagasan yang sebelumnya sudah
terakumulasi, sehingga tidak digunakan istilah hari lahir atau hari ulang
tahun.
b. PII sebagai pemersatu umat
Sebelum membahas PII sebagai pemersatu umat, terlebih
dahulu kita harus tahu konsep pemersatu umat itu seperti apa. Ada beberapa
konsep pemersatu umat, dapat dijelaskan sebagai berikut:
ü Majelis Ulama Indonesia (MUI) provinsi lampung
adalah wadah pemersatu umat. Sebab keberadaan MUI tidak hanya sebagai wadah
agama, namun juga sekaligus tempat musyawarah bagi umat Islam, dengan tujuan
memperkuat tali silaturahim. "Fungsi MUI ini sebagai pengayom umat, pelindung umat
islam untuk dapat mempersatukan agama islam. Keberadaan MUI diharap dapat
menjembatani untuk memperkuat tali silahturahmi antar umat islam. Tujuannya
yakni untuk mencegah pecah belahnya umat islam yang ada di Lampung ini,"
ujar Mawardi, saat melantik dan mengukuhkan pengurus harian Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Kabupaten Tulangbawang masa kidmat 2012-2017, Selasa
(04/12/12).
Jadi, pemersatu ummat disini adalah bagaimana MUI menjadi
jembatan untuk memperkuat tali silaturahim umat Islam dilampung agar tidak terpecah
belah.
ü Tahu adzan kan? Adzan
itu adalah media luar biasa untuk mengumandangkan tauhid terhadap yang
Maha Kuasa dan risalah (kenabian) Nabi Muhammad SAW. Adzan juga merupakan
panggilan shalat kepada umat Islam, yang terus bergema di seluruh dunia lima
kali dalam sehari. Adzan juga bisa mempersatukan umat loe. Ketika adzan
berkumandang, umat muslim bergegas meninggalkan seluruh aktivitas duniawi dan
bergegas menuju masjid untuk menunaikan ibadah shalat dengan berjamaah. Dalam
konteks ini, adzan berfungsi sebagai pemersatu umat.
ü Kalau PII konsepnya seperti apa sih?
Dari
beberapa referensi yang saya dapat, baik itu dari buku, diskusi dengan Keluarga
Besar, dll, mengenai PII sebagai pemersatu umat. Pertama ketika diskusi dengan Kanda Noval lewat Facebook, ada beberapa
poin yang dapat saya ambil disana. Singkat saja, hasil diskusi kami adalah
di-PII terdapat banyak warna2, sehingga dengan banyaknya warna itu
PII telah berhasil mempersatukan yang banyak dan berbeda dalam satu wadah. Karena
saking terbiasanya berhadapan dengan berbagai macam warna, ketika seorang kader
PII keluar dari rumahnya, situasi dan kondisi apapun yang ia temui pasti dapat
ia persatukan dan ia bijak memandang perbedaan yang dia hadapi. Karena memang,
didikan PII itu mempengaruhi pola sikap ketika keluar.
Saya
bertanya, PII sebagai pemersatu umat. Apa benar? Bukankah PII adalah bagian
dari umat, lantas apa arti PII sebagai pemersatu umat? dengan lugas Kanda Noval
menjawabnya “justru warna-warna di PII
itu merupakan perwakilan dari warna dan umat diluar sana”.
2maksud dari warna
adalah harokah/organisasi/pergerakankelompok yang berbeda-beda.
Karena didalam PII banyak sekali harokah Islamnya, seperti Tarbiyah, HTI, Salafy dll. Banyaknya perbedaan
itulah yang membuat PII menjadi pemersatu umat. Karena warna-warna di PII itu
merupakan perwakilan dari warna dan umat diluar sana.
Kedua, kalau kita perhatikan dari sejarah kebangkitan PII yang
telah kita bahas diatas. Waktu itu terjadi dualisme antara pelajar pondok
dengan sekolah umum, masing-masing mereka mempunyai orientasi yang berbeda,
Pondok pesantren lebih condong ke akhirat sedangkan sekolah umum lebih condong
ke dunia. Karena perbedaan itulah terjadi pertengkaran di antara keduanya.
Sebenarnya pada masa itu telah ada organisasi pelajar, namun organisasi
tersebut dinilai belum bisa menampung aspirasi santri pondok pesantren. Dari
perselisahan tersebut, hadirlah PII yang berhasil mempersatukan dualisme sistem
tersebut, yakni pondok pesantren dan sekolah umum.
Konsep
pemersatu umat yang MUI laksanakan sebenarnya telah ada sejak awal kebangkitan
PII, dimana PII berhasil merekatkan ukhwah pelajar umum dan pelajar pesantren pada waktu itu. Kalau PII
dianalogikan sebagai adzan, saya rasa bisa, coba kembali pada konsep pertama
dimana PII telah mengumandangkan suara bahwa PII bisa menampung
berbagai macam perbedaan.
2.
Apakah konsep tersebut sudah tercapai sekarang?
Dalam hal ini, saya tidak bisa memaparkan PII secara
keseluruhan, maksudnya PII diseluruh Indonesia bahkan diluar negeri. Tetapi,
saya hanya bisa memaparkan pada wilayah yang saya tempati sekarang yaitu
Pelajar Islam Indonesia Nusa Tenggara Barat (PII NTB).
Pertama kali saya mengenal PII, ketika saya masih duduk
dibangku kelas 2 SMA. Setelah menyelesaikan bangku SMA pada tahun 2012 lalu,
saya berniat melanjutkan pendidikan di Universitas Mataram dan Alhamdulillah saya diterima disana. Kira-kira
bulan agustus 2012, saya didatangi oleh Ketua Umum PW PII NTB yaitu K’irfan.
Saat itu, saya langsung diajak diskusi dan ditawari untuk masuk di Pengurus
Wilayah PII NTB. Singkat saja, saya mengiyakan tawaran tersebut, walau dalam
hati masih ragu dengan keputusan yang diambil, karena memang waktu itu saya
tidak tahu menau mengenai PW, mungkin karena saya masih BLT (basic Ledearship
Training).
Sejak awal masuk PW, saya bisa melihat, meraba, merasakan
dan me-me yang lain, bahwa PW PII NTB dilihat dari poin pertama, telah berhasil mempersatukan banyak warna yang ada diluar
sana, contoh di strukturnya ada yang Tarbiyah,
HTI, Salafy dll. Dan saya yakin ketika mereka keluar mereka bijak memandang
perbedaan dan tahu bagaimana menangani perbedaan tersebut. Jika kita lihat dari
poin yang kedua, PW PII NTB belum
berhasil mempersatukannya. Karena PW NTB untuk semestara daerah garapannya
hanya sekolah umum saja sedangkan yang pondok pesantren belum bisa mereka
garap.
3. APA YANG HARUS DILAKUKAN OLEH PII AGAR
KONSEP ITU BISA TERCAPAI?
Banyak hal yang harus dilakukan oleh PII
agar yang dicita-citakan yaitu sebagai pemersatu umat bisa tercapai, hal-hal
tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Memahami keberadaan di-PII
Pertanyaannya, kenapa kita berada
di-PII.? Sebenarnya tidak hanya di-PII saja, di HMI, HTI, muhammadiyah dan
sebagainya adalah panggilan dakwah untuk memperjuangkan Dinnul Islam. Oleh
karena itu, kita di-PII karena Islam bukan karena yang lain.
b.
Menjadikan Rasulullah sebagai teladan
dakwah
Rasulullah SAW mempersatukan Umat Islam dengan
berbagai cara, yang mewakili cara-cara untuk persatuan muslim di semua zaman. Cara-cara
itu termasuk bahwa para Muslim harus patuh pada pesan dan agama mereka. Mereka
harus menancapkan ajaran agama di dalam hati, mencari pengetahuan dan ilmu,
membenci ketidak-adilan, dan menyadari bahwa kejayaan dan keunggulan mereka
adalah karena kedekatan mereka dengan Allah, karena mencari ridha dan surge Allah,
memandang remeh kesenangan dunia, dan ‘mencangkok’ motto-motto hidup mereka
dari iman mereka.
Jelasnya, saya akan katakan secara
singkat bahwa Nabi yang mulia mampu mewujudkan persatuan dan solidaritas karena
berbagai sebab dan cara, mulai dari kekuatan pribadi beliau, ketulusan dan
kesetiaan beliau pada dakwahnya, juga kebencian beliau pada tuhan-tuhan palsu
yang merajalela pada masa itu; dan lebih-lebih lagi, beliau menanamkan dalam
hati umatnya sebuah kredo (syahadat; sumpah) yang mengungguli
kepercayaan-kepercayaan murahan terhadap segala berhala.
Beliau menerangi hati umatnya
dengan cahaya iman terhadap Sang Pencipta Agung yang memiliki jagat raya dan
bumi. Beliau menancapkan iman ini dengan kuat, dalam amal yang
berkesinambungan, dalam amal-amal (ritual) yang diwahyukan Allah kepada beliau
seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan berbagai amal baik lain.
Tali iman mempersatukan semua
kelompok dengan solidaritas dan kesamaan tujuan. Mereka tidak bisa menguasai
negeri mereka, dan hanya mempertahankan kedaulatan demi mendapat ridha Allah.
Untuk itu, mereka harus saling membantu dengan saudara-saudara mereka, karena
satu Muslim dengan para Muslim lain adalah ibarat satu bangunan. Bagian yang
satu dengan bagian-bagian lain saling menguatkan.
Terakhir, Rasulullah saw sukses mempersatukan Umat beliau
karena beliau mengubah mereka menjadi bangsa yang taat dan takwa, yang berjuang
di masa mereka seolah-olah mereka akan mati besok.
c. Untuk
mencapai poin a dan b diatas, tentunya PII atau diperkhusus
lagi, setiap PW/PD/PK harus memiliki struktur yang kuat. Untuk membangun
struktur yang kuat tentunya orientasi kedepan haruslah jelas, maksudnya GBHP
yang telah dibuat harus jelas dan diketahui oleh seluruh personil PW/PD/PK, sehingga
ketika bergerak tidak ada yang ke kanan atau ke kiri melainkan bersama bergerak
lurus kedepan, kata Nabi “kesamaan tujuan”. Selain itu, kajian kelembagaan juga
harus dirutinkan agar setiap personil memahami akan tugasnya masing-masing. Percuma
bergerak tapi tidak tahu apa yang harus dilakukan, seperti berjalan dimalam
hari tanpa lampu tak tahu mau kemana.
Selanjutnya Follow
Up: Follow up dilakukan setelah kegiatan training. Follow up harus berjalan
secara terus menerus, jika tidak continue maka akan banyak kader yang terlepas
begitu saja. Oleh karena itu proses tindak lanjut ini harus berkelanjutan, kita
harus senantiasa mengarahkan mereka. Jangan sampai mereka mengaku kader PII
tapi sholatnya tidak lengkap, tidak bisa mengaji, bangun jam 10 pagi, karena
tidak jalannya pembinaan yang berkelanjutan.
BAB
III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Jadi, PII sebagai pemersatu umat jika
dilihat dari sejarahnya yaitu bagaimana PII mampu mengelola dan mempersatukan
kembali santri pondok dengan siswa sekolah umum. Jika PII telah mampu mempersatukannya
berarti PII telah berhasil mencapai konsep pemersatu umat.
Di PII juga banyak warna atau
perbedaan harokah, istilahnya “Warna
Warni PII”. Dimana satu warna mewakili satu harokah, dua warna berarti dua
harokah yang berbeda tiga warna berarti dan seterusnya. Karena banyak perbedaan
itulah yang membuat PII menjadi pemersatu umat. Karena warna-warna di PII itu
merupakan perwakilan dari warna dan umat diluar sana.
2.
Saran
Tidak bisa di pungkiri, dalam penyusunan
makalah ini pasti banyak kekeliruan yang terjadi yang memang tidak di sadari oleh
penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang sekiranya dapat membangung, penulis
ucapkan jazakumullah Khairan Katsiira,
agar dalam penyusunan makalah- malakah yang selanjutnya bisa lebih baik lagi
dan berguna bagi umat manusia.
Daftar
Pustaka
Thamrin, Moh Husni. 1998. Pilar Dasar Gerakan PII. Jakarta: Karsa
Cipta Jaya
B. Iskandar, Arif. 2009. Materi Dasar Islam, islam mulai akar
daunnya. Bogor; Al-Azhar Press
Keluarga Besar (KB) dan Kader PII. 2010.
…Mereka Bicara PII (sebuah memoir suka
duka para pelaku sejarah). Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia
Sulawesi Selatan.
Marzoeki, Achmad dkk. 2008. Warna Warni PII (kumpulan pengalaman pribadi
aktifis PII). Jakarta Selatan: Jaringan Sufi Progresif Mantan PII.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar